SPIRITUALITAS MANUSIA MODERN: Tuhan ! Maaf Kami Sedang Sibuk

SHARE

Pada tulisan ini, saya mengawali dengan sebuah kalimat “Jika ada orang yang merasa tersindir dengan tulisan ini, maka sesungguhnya penulislah orang yang pertama dan paling tersendir, karena merasa sok sibuk di hadapan Tuhannya”.

Judul di atas terinspirasi dari judul buku Ahmad Rifa’i. Setelah membaca buku tersebut, lahir sebuah kesadaran spiritual tentang apa yang saya alami dalam perjalanan hidup dan kehidupan beragama dan mungkin juga dialami oleh saudara pembaca.

Manusia pada hakikatnya memiliki fitrah ketuhanan yakni meyakini bahwa ada zat yang maha kuasa atas segala sesuatu. Keyakinan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk pernyataan lisan, hati dan perbuatan yang kita kenal dengan istilah iman. Hanya saja terkadang perbuatan kita sangat jauh dari apa yang diucapkan dan diyakini oleh hati. Misalnya pada persoalan istiqamah dalam waktu pelaksanaan ibadah salat.

Pada umumnya umat Islam telah mengetahui dengan baik bahwa salat tepat waktu atau pada awal waktu dan dilaksanakan secara berjamaah, fadilahnya sangat tinggi, namun realitas yang sering terjadi ketika Allah memanggil melalui suara muazdin dari masjid, kita seolah-olah tidak mendengar karena sibuk urusan kantor, keluarga, bisnis, atau mendengar tetapi dengan alasan kegiatan, seminar, atau dengan alasan bahwa rapat sementara berlangung untuk mengurus umat. Padahal panggilan itu mengandung pemberitahuan seolah Tuhan berkata berhentilah dari rutinitas kalian untuk sementara, istirahatlah dari kesibukanmu dan shalatlah, karena dengan shalat kerjamu akan membuahkan hasil dan kesuksesan dan berkah yang sesungguhnya.

Terkadang pula seolah-olah kita mengatakan dalam hati, sebentar lagi, sedikit lagi selesai, ataukah kita mengatakan, nanti waktu istirahat baru shalat, atau tunggu dulu sebentar. Begitu arogannya seorang manusia, waktu istirahat kerja di sisipkan untuk menghadap kepada Tuhannya atau ibadah salatnya tergantung pada waktu istirahatnya, waktu salat tidak sama sekali menjadi waktu prioritas. Mungkin seandainya tidak ada waktu istirahat kerja, mungkin ia juga tidak shalat.

Akan tetapi mengapa ketika hand phone berdering, kita bergegas mengangkat dan membacanya, kemudian membalasnya, bahkan kuatir jangan sampai nada deringnya berhenti, walaupun kita sibuk, bahkan sedang makan atau sedang tidur, kita harus berhenti dan bangun dari tidur untuk menjawab panggilan hand phone tersebut. Tapi mengapa ketika Tuhan memanggil untuk menghadap kepada-Nya, kita begitu berani menunda-nundanya, padahal terkadang hanya duduk bercerita dengan yang lain.

Keadaannya sangat berbeda ketika bos atau pimpinan yang memanggil, betapa takutnya kita untuk tidak datang segera, sehingga dengan cepat kita menghadapnya, namun ketika panggilan Tuhan berkomandang dari masjid, betapa beraninya dan begitu lamanya kita untuk datang, membiarkan Tuhan menunggu. Padahal yang memanggil adalah Tuhannya bos dan seluruh pimpinan yang ada di muka bumi ini, bahkan terkadang kita tidak datang.

Ketika atasan memerintahkan suatu pekerjaan, betapa takutnya kita tidak menyelesaikan pekerjaan itu sesuai target waktu yang ditentukan, tapi mengapa jika Tuhan memerintahkan, begitu beraninya kita menunda dan melanggarnya.

Ketika shalat, kita seolah tidak kerasan berkomunikasi lama-lama dengan Allah. Jangankan khusyu, menyadari apa yang dibaca tidak sempat, dan terasa betapa lamanya lima menit berkomunikasi dengan Tuhan, tapi begitu singkatnya tiga puluh menit berkomunikasi lewat hand phone dengan orang lain karena kepentingan duniawi.

Begitu nyamannya ketika menonton film atau pertandingan sepak bola dengan perpanjangan waktu, namun gelisahnya kita ketika mendengar khotbah di masjid waktunya lebih lama lima menit dari biasanya, dan Imam shalat membaca surah agak panjang.

Begitu tertariknya kita membaca koran setiap pagi dengan menghabiskan semua halaman, bahkan sengaja mengambil tempat yang dianggap nyaman sambil minum segelas kopi, namun begitu beratnya kita mengambil al-Qur’an dan membukanya untuk dibaca walaupun satu halaman.

Di akhir tulisan ini, saya mengajak pembaca menyimak redaksi doa berikut; Tuhan, harap maklumi kami, manusia-manusia yang begitu banyak kegiatan dan rutinitas, kami benar-benar sibuk, sehingga kami amat kesulitan mengatur jadwal dan menyempatkan waktu untuk-Mu.

Tuhan, kami sangat sibuk, jangankan shalat berjamah di masjid, bahkan shalat sendiripun sering kami tunda-tunda. Jangankan shalat sunnat rawatib, zikr dan tahajjut, bahkan kewajiban shalat lima waktu saja, kami merasa berat. Jangankan puasa sunnah, puasa ramadhan saja, kami masih mengeluh.   

Tuhan, maafkan kami, kebutuhan kami di dunia ini masih sangatlah banyak, sehingga kami sangat kesulitan menyisihkan sebagian harta untuk bekal kami di akhirat, jangankan sedekah, bahkan mengeluarkan zakatpun seringkali terlupa.

Tuhan, maafkan kami, kekayaan kami belumlah seberapa, kami masih perlu banyak menabung, sehingga kami belum bisa menyisihkan sebagian rezeki dari-Mu.

Semoga tulisan ini dapat direnungkan dan menggugah kesadaran spiritual kita untuk menjalani hidup lebih baik dan lebih istiqamah dalam ibadah. (Majene, 15 Juni 2020).

#Penulis adalah Dosen STAIN Majene dan Alumni Salafiyah Parappe