SPIRITUALITAS MANUSIA MODERN: Menemukan Tuhan di Balik Filsafat dan al-Quran bag. 03

SHARE

Pada bagian ketiga ini, kita masih akan membahas tentang konsep filsafat ketuhanan beberapa pilosof yang diawali dari filsafat ketuhanan Ibn Sina. Dalam filsafat ketuhanan Ibn Sina tidak ditemukan penjelasan yang cukup berbeda dengan filosof sebelumnya, bahkan Ibn Sina dapat dikatakan bahwa ia mengembangkan konsep ketuhanan al-Farabi dengan menggunakan istilah dalam konsep ketuhanannya wajib al-wujud dan mumkin al-wujud yang mana kita ketahui bahwa itu merupakan konsep al-Farabi. Hanya saja dalam penjelasannya menambahkan satu yakni mumtani’ al-wujud yang menurutnya adalah esensi yang tidak dapat mempunyai wujud, seperti adanya kosmos lain di samping kosmos yang ada.

Ibn Rusyd dalam filsafatnya berusaha menjelaskan dalil-dalil tentang Wujud Tuhan dengan menggunakan konsep dalil inayah (pemeliharaan) dan dalil ikhtira’ (penciptaan), menurutnya, kedua-duanya terdapat dalam al-Qur’an. Dalil inayah menurutnya bahwa jika kita perhatikan alam ini, maka kita akan mengatahui bahwa segala apa yang ada di dalamnya memiliki kesesuaian dan ini tidak terjadi secara kebetulan tetapi menunjukkan adanya penciptaan yang rapi dan teratur, seperti siang dan malam, matahari dan bulan, tumbuh-tumbuhan dan hujan dan segala aspek dalam kehidupan manusia yang sarat dengan kesesuaian dan keseimbangan.

Dalam hal ini, ia merujuk pada Qs. an-Naba’: 6-16. Menurutnya bahwa kelebihan dalil inayah ini, karena mengajak kita kepada pengetahuan yang benar, bukan kepada sekedar berdebat, tetapi juga mendorong kita untuk memperbanyak penyelidikan dalam menyingkap rahasia-rahasia alam. (Abi Walid Muhammad bin Rusyd). 

Sedangkan dalil ikhtira’ lebih pada pengamatan terhadap segala makhluk yang diciptakan oleh Allah, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan dan manusia dimana kesemuanya itu secara tabiat yang teratur membutuhkan pertumbuhan, bergerak, makan, melahirkan keturunan, dibekali insting dan manusia memiliki kelebihan dengan diberikannya akal pikiran. Dalam hal ini, ia merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an seperti “Bukankah kami Telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, Dan gunung-gunung sebagai pasak?, Dan kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Dan kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Dan kami jadikan malam sebagai pakaian, Dan kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, Dan kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Dan kami jadikan Pelita yang amat terang (matahari), Dan kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, Supaya kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan.

Menurut Ibn Rusyd, cukup dengan ayat ini, yakni memikirkan apa yang diperintahkan dalam ayat tersebut, membuat seseorang dapat menunjukkan kepercayaan adanya Tuhan. 

Sementara konsep filsafat ketuhanan Ikhwan al-Shafa dipengaruhi Pytagoras yang melandasi pemikirannya pada angka-angka atau bilangan dengan mengatakan bahwa pengetahuan tentang angka membawa kepada pengakuan tentang Keesaan Allah, karena apabila angka satu rusak, maka rusaklah semuanya. Selanjutnya mereka katakan, angka satu sebelum angka dua, dan dalam angka dua terkandung pengertian kesatuan. Dengan kata lain, angka satu adalah angka pertama dan angka itu lebih dahulu daripada angka dua dan lainnya. Oleh karena itu keutamaan terletak pada yang terdahulu, yakni angka satu. Dengan demikian, terbuktilah bahwa Yang Maha Esa (Allah) lebih dahulu seperti dahulunya angka satu dari angka yang lain. (Mustafa Galib,  1979; 49). 

Afzalur Rahman dalam bukunya, menjelaskan tentang ilmu bilangan angka-angka menduduki tempat istimewa dalam Islam karena mengandung konsep ketahidan, yaitu: “Keesaan Allah”. Dimensi kualitatif dan spiritual bilangan angka mengislamkan konsep bilangan tradisional Pytagoras ke dalam bentuk yang disebut “faham Pythagoras berjiwa Ibrahim” dimana simbol angka-angka dengan jelas disinari oleh pesan pembuktian wujud Yang Maha Esa. (Afzalur Rahman, 1992; 92-115).

Demikianlah pemikiran para filosof tentang Tuhan. Mereka telah menggambarkan Tuhan dengan argumentasi masing-masiing untuk mencapai suatu kesimpulan tentang Tuhan yang ada di pikiran mereka. (Majene, 7 Juni 2020).