SPIRITUALITAS MANUSIA MODERN: Kesalehan Ritual vs Kesalehan Sosial 01

Ketika mendengar kata saleh atau orang saleh, maka yang terbayang di benak kita adalah sosok seseorang yang memakai baju koko yang berwarna putih, memakai sarung dan selalu memakai songkok atau kopiah, sering ke masjid, rajin salat, banyak diam, sabar dan istiqamah melaksanakan berbagai macam ibadah wajib maupun ibadah sunnah. Dari sinilah awal permasalahan kita dalam memaknai, mempersepsi dan berasumsi tentang kesalehan, sehingga dalam masyarakat seakan-akan menjadi orang yang saleh sangat berat dan sulit bagi orang-orang yang memiliki kegiatan atau aktivitas rutin seperti PNS, organisatoris, pengusaha, pemerintah, karena mereka memiliki ragam pakaian tersendiri, dan kegiatan yang rutin, apalagi jika memiliki jabatan dengan tanggungjawab yang sangat besar terhadap masyarakat.
Fenomena ritualistik seringkali memberikan kesan bahwa seseorang dianggap saleh secara ritual atau individual ketika taat beragama sekaligus menjadi tolak ukur penilaian tingginya kebaikan pribadi seseorang. Padahal dalam agama Islam ketaqwaan adalah salah satu tujuan utama syariat Islam sekaligus tolak ukur perbedaan kemuliaan manusia di hadapan Allah yang tercermin dari dua kesalehan yakni kesalehan ritual (individual) dan kesalehan social (hablun minallah wa hablun minannas). Kesalehan Individual tercermin dari perilaku keseharian kita, yang penuh dengan ketaatan melalui ibadah yang telah disyariatkan oleh Allah Swt. Sedangkan kesalehan sosial tercermin dari kedermawanan, tanggungjawab sosial, kepedulian dan kepekaan sosial, perhatian, atensi, empati dan simpati kepada orang lain, khususnya kepada orang-orang yang berada dalam posisi sulit dalam kehidupannya.
Idealisme agama di atas seharusnya melahirkan realitas-realitas sosial yang saleh pula, akan tetapi apa yang terjadi dalam realitas sosial yang kita saksikan sekarang ini adalah sebuah kondisi yang sungguh sangat berbeda. Praktek hidup dan kehidupan masyarakat memperlihatkan kondisi yang masih banyak jauh dari norma-norma agama. Realitas menunjukkan bahwa tingkat korupsi masih sangat tinggi di hampir semua lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Kekerasan sosial dan keagamaan, kekerasan seksual, pembunuhan, konflik berdarah, narkoba dan sejumlah pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Realitas di atas menunjukkan bahwa ajaran agama tentang kesalehan ritual (individu) seperti shalat, puasa, zakat, haji, membaca al Qur-an, berzikir, istighatsah dan sejenisnya, ternyata belum mampu secara maksimal merefleksikan makna kesalehan sosial yang berarti dalam kehidupan bermasyarakat.
Bersambung....
#Penulis adalah Dosen STAIN Majene dan Alumni Salafiyah Parappe