SANTRI : DULU DITENDANG SEKARANG DISAYANG

Masih ingat dengan lagu “Aku yang Dulu Bukanlah yang Sekarang”? lagu yang sempat viral pada tahun 2013 ini dinyanyikan oleh pengamen cilik yang bernama Tegar Septian. Dalam salah satu liriknya terdapat kalimat yang menarik, yaitu“Dulu ditendang sekarang ku disayang”. Lalu apa hubungannya dengan Santri? Bila melihat sejarah perjalanan pesantren, maka kita akan menemukan dimana santri pernah punya pengalaman pahit dengan mendapatkan perlakuan diskriminatif, santri dan pesantren dipandang sebelah mata dan tidak mendapat pengakuan dari negara.
Pesantren dalam perjalannya diperlakukan secara diskriminatif dalam kebijakan pendidikan Indonesia. Hal tersebut terjadi karena pemerintah tidak membuat kebijakan yang mampu memberdayakan pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam. Pesantren diperlakukan diskriminatif oleh pemerintah ditandai dengan ketidakjelasan implementasi, regulasi dan alokasi anggaran untuk pesantren. Sekolah formal umumnya mendapatkan perhatian dan kepedulian pemerintah melalui bantuan dana seperti APBN, APBD, dana BOS, tunjangan buku, gaji guru, pembangunan gedung, dan ruang kelas baru. Sedangkan pesantren tidak mendapatkan kepastian dana dari pemerintah. Sehingga pesantren mengalami kesulitan untuk berkembang, terus tertinggal, dan sulit untuk maju.
Selain itu, perlakuan diskriminatif juga dialami oleh para alumni pesantren. Ijazah yang dikeluarkan oleh Pondok Pesantren Salafiyah (tradisional) dipermasalahkan dan tidak diakui sebab dianggap tidak mengikuti kurikulum yang ditetapakan oleh pemerintah. Akhirnya, para alumninya sulit untuk berkarir di jalur formal, mereka tidak mendapatkan akses untuk melajutkan pedidikan di perguruan tinggi, dan tidak dapat bekerja di instansi negeri maupun swasta karena terbentur dengan persoalan ijazah. Karena persoalan ijazah ini para alumni pesantren hanya bisa jadi ustadz, penceramah, dan imam padahal potensi yang dimilikinya sangat mumpuni.
Tak berhenti sampai disitu, pesantren juga kerap mendapat stigma negatif sebagai tempat lahir dan tumbuh suburnya gerakan terorisme. Pesantren sering dikaitkan sebagai sarang teroris. Meskipun tuduhan pesantren sebagai sarang teroris tidak pernah terbukti, namun tuduhan tersebut telah memberi efek yang luar biasa terhadap pencitraan pesantren. Citra positif yang telah dibangun sejak lama coba dipudarkan dengan stigma buruk bahwa pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang mencetak teroris. Padahal selama ini pesantren tidak pernah memiliki kurikulum atau mata pelajaran yang mengarahkan santri-santrinya untuk menghalalkan kekerasan, justru pesantren merupakan tempat diajarakannya Islam yang moderat, cinta damai dan rahamatan lil’alamin.
Itulah beberapa rentetan fakta yang pernah dialami oleh pesantren dan santri. Secara historis, eksistensi pesantren pernah dipinggirkan dan dikucilkan. Namun, saat ini pesantren mulai mendapat anging segar. Bila dulu pesantren “ditendang” kini mulai disayang. Pesantren sudah mulai mendapat perhatian dari pemerintah karena dianggap telah memberikan andil yang besar dalam memajuakan bangsa dan negara, baik pada masa sebelum kemerdekaan sampai era kemerdekaan. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan Jokowi periode pertama, ia memberikan pengakuan terhadap eksistensi pesantren dengan memberikan beberapa award, paling tidak tercatat ada tiga bentuk penghargaan yang diberikan oleh pemerintah, yaitu:
Hari Santri
Hari santri resmi ditetapkan pada tanggal 22 Okotber 2015 sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 tahun 2015. Keputusan ini ditandatangani dan dibacakan langsung oleh Presiden Jokowi Widodo di hadapan ribuan santri di Masjid Istiqlal. Penetapan Hari Santri merupakan angin segar dalam dunia santri. Ini adalah langka awal pemerintah mengakui kedudukan dan eksistensi santri. Selama ini pesantren jauh dari perhatian pemerintah, pesantren seolah dilupakan dan tidak pernah dilirik. Oleh karena itu, keputusan persiden menetapkan 22 Oktober sebagai hari Santri adalah keputusan yang tepat. Hari Santri bukan hanya sebagai bentuk pengakuan pemerintah atas pesantren. Tapi ini adalah wujud dan hak negara dan pemimpin bangsa untuk memberikan penghormatan kepada sejarah pesantren, karena jasa-jasa pesantren di masa lalu yang luar biasa dalam memperjuangkan kemerdekaan serta mengawal kokohnya NKRI.
Peringatan 22 Oktober sebagai Hari Santri menjadi ingatan sejarah tentang fatwa Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari. Ini peristiwa penting yang menggerakkan masyarakat berjuang melawan pasukan kolonial, khususnya para santri bahwa membela negara adalah jihad fi sabilillah, jihad dalam mempertahankan agama dan negara. Oleh karena itu, peringatan Hari Santri merupakan penghormatan negara terhadap sejarahnya sendiri. Ini sesuai dengan ajaran Bung Karno bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah, Jas Merah! Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.
Beasiswa LPDP Santri
Bentuk kedua dari pengakuan pemerintah atas pesantren adalah dengan diluncurkannya program beasiswa LPDP Santri (2018). Program ini memberikan peluang kepada santri dan santriwati untuk melanjutkan pendidikan di jenjang S2 dan S3 untuk studi di dalam dan luar negeri. Beasiswa LPDP santri ini memperluas akses bagi santri untuk berprestasi lebih luas lagi karena terbuka peluang bisa kuliah di 200 universitas ternama di dunia. Program beasiswa LPDP santri menyediakan dukungan pembiayaan penuh untuk kebutuhan selama studi, mulai dari biaya program persiapan studi meliputi biaya tunjangan hidup bulanan, transportasi keberangkatan dan kepulangan ke daerah asal, biaya pendaftaran, biaya SPP, biaya penelitian tesis atau disertasi, seminar, publikasi jurnal, uang buku, biaya tunjangan keluarga, asuransi kesehatan dan dana keadaan darurat.
Sebelum beasiswa LPDP Santri diluncurkan, pemerintah lewat Kementerian Agama sudah terlebih dahulu membuat Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) yang diluncurkan pada tahun 2005. Beasiswa ini juga memberikan peluang besar kepada alumni pesantren untuk melanjutkan pendidikannya di universitas dengan gratis plus tambahan biaya tunjangan hidup. Bila dulu alumni Pondok Pesantren Salafiyah (tradisional) sulit mendapat akses untuk kuliah namun saat ini pemerintah sudah memberikan perhatian khusus dengan meluncurkan beasiswa PBSB dan beasiswa LPDP Santri. Penulis adalah salah satu yang menikmati beasiswa LPDP ini. Selama studi S2 disalah satu kampus ternama di Jakarta penulis mendapat banyak manfaat, salah satunya kuliah dengan biaya gratis karena biaya kuliah ditanggung oleh negara.
UU Pesantren
Yang terbaru dari kebijakan pemerintah untuk pesantren adalah disahkannya RUU Pesantren. Kehadiran UU Pesantren ini telah menandai penghapusan diskriminasi dunia pendidikan di Indonesia antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Pesantren akan mendapat ruang yang cukup untuk berkiprah lebih luas dalam mengisi ruang publik dalam percaturan dan pertarungan global. RUU Pesantren resmi disahkan menjadi UU dalam rapat paripuran 10 masa sidang 1 tahun 2019-2020. Dengan disahkannya RUU Pesantren merupakan pengakuan dari berbagai kalangan, terutama pemerintah dan parlemen, terhadap posisi strategis pesantren di Indonesia.
Dari UU Pesantren tersebut, setidaknya ada empat poin yang dinilai penting. Pertama, sebagai bentuk pengakuan negara terhadap keberadaan pesantren yang memiliki nilai historis dan berbasis masyarakat. Kedua, ijazah kelulusan pesantren memiliki kesetaraan dengan lembaga formal lainnya. Artinya, alumni pesantren kini bisa menggunakan ijazahnya untuk berbagai kepentingan, seperti melanjutkan studi atau terjun ke dunia kerja. Ketiga, UU Pesantren memberikan jaminan anggaran. Adapun untuk sumber dana yang diberikan kepada pesantren akan diambil dari APBN dan APBD sesuai dengan kemampuan keuangan negara, dan Keempat, Kitab kuning yang selama ini identik dengan dunia pesantren akan diakui sebagai kurikulum resmi di pondok pesantren. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 dan 3 dalam RUU Pesantren.
Itulah empat poin dari beberapa poin penting dalam UU Pesantren. Sejauh ini, perhatian pemerintah terhadap santri dan pesantren memang patut diapresiasi. Peran dan keberadaan pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan asli Indonesia memang harus tetap dilestarikan dan diperhatikan perkembangannya, karena kehadiran pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat selain untuk memberdayakan masyarakat juga sebagai wadah untuk menyiapkan kader-kader ulama yang mampu menguasai dan memahami al-Qur‘an dan Hadis secara baik dan benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sebagai catatan akhir, proses perjuangan memajukan pesantren harus terus dilakukan dan tidak berhenti setelah disahkannya Rancangan UU Pesantren. Pesantren harus terus didukung oleh pemerintah secara serius. Utamanya dalam kepemimpinan Presiden Jokowi Widodo dan Kiyai Ma’ruf Amin yang baru saja dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, ke depan keduanya harus memastikan implementasi UU Pesantren berjalan dengan baik dan tepat. Sebab, keberadaan pesantren merupakan patner yang ideal bagi institusi pemerintah untuk bersama-sama meningkatkan mutu pendidikan yang ada, sebagai basis bagi pelaksanaan transformasi sosial melalui penyediaan sumber daya manusia yang qualified dan berakhlakul karimah.
Jakarta, 21 Oktober 2019.
*Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Salafiyah Parappe dan Mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta