PUASA DAN PENDIDIKAN KEPEDULIAN SOSIAL

SHARE

Pada Maret 2020 kita menunggu update data BPS terkait data kemiskinan dengan optimisme angka kemiskinan turun menjadi 8% yang sudah menjadi target pemerintah, yang mana pada September 2019 berhasil menyentuh angka 9, 22% atau setara 24,97 juta jiwa. Namun, pada tanggal 2 Maret 2020, masyarakat Indonesia dikagetkan dengan pengumuman pemerintah terkait kasus pertama infeksi virus corona (covid-19) yaitu 2 warga Depok Jawa Barat. Virus ini sejatinya sudah tersebar di berbagai negara, sehingga tidak lama kemudian ditetapkan sebagai pandemi.

Virus corona ini adalah salah satu virus yang berbahaya dan dapat mengancam keselamatan jiwa, dan kabar buruknya lagi, virus ini sangat cepat dan mudah menyebar. Sejak Maret, protokol kesehatan diperketat seperti social distancing, phisycal distancing, cuci tangan menggunakan sabun dan pemeriksaan suhu badan di mana-mana. Bahkan pemerintah mengeluarkan berbagai aturan seperti sekolah di rumah, kerja di rumah, bahkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ditempuh pemerintah di berbagai daerah untuk mengendalikan penyebaran virus ini, sehingga kebanyakan masyarakat tidak lagi berakifitas di luar rumah.

Dampak covid-19 sangat nyata dan terasa di tengah masyarakat, khususnya pada aspek ekonomi. Sangat banyak masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya -khususnya masyarakat rentan- karena rendahnya daya beli masyarakat dikarenakan minimnya penghasilan dari usahanya atau karena kehilangan pekerjaan karena dirumahkan atau pemutusan hubungan kerja (PHK). Saat ini, kita “tak lagi peduli” dengan angka-angka BPS tadi, yang paling penting sekarang adalah bagaimana semua masyarakat bisa mengisi perutnya di masa-masa pandemi covid-19 dan melewati masa-masa sulitnya. Pemerintah telah melakukan stimulus anggaran untuk berbagai jenis bansos, seperti Bansos Sembako/BPNT, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD).

Tentunya kita menyadari bahwa negara -yaitu pemerintah- memiliki keterbatasan untuk hadir memenuhi kebutuhan semua masyarakat yang terdampak covid-19 ini, sehingga salah satu yang harus terbangun di tengah masyarakat adalah kepedulian sosial atau solidaritas sosial. Setiap warga harus menyadari bahwa kondisi ini adalah sesuatu yang harus kita hadapi secara bersama-sama. Salah satu cara menigkatkan kepedulian sosial kita adalah memahami makna ibadah puasa yang kita lakukan sebulan penuh selama ramadan.

Puasa Membentuk Kepedulian Sosial

Secara teologis, umat Islam adalah umat yang diciptakan untuk beribadah. Hanya saja, terkadang istilah ibadah dipahami sebatas bentuk ritual atau hubungan vertikal seorang hamba dengan Tuhan. Padahal agama Islam hadir sebagai rahmat bagi alam semesta. Ini memberikan pemahaman bahwa pemeluknya juga dituntut untuk menjaga hubungan secara horizontal, dengan artian bahwa aktifitas umat Islam mencakup juga perbuatan yang bersifat sosial. Bahkan, ibadah yang bersifat ritual (hablun minallah) sekalipun pun sebenarnya tidak kering dari nilai-nilai sosial (hablun minannas), tidak terkecuali ibadah puasa yang dilaksanakan sebulan ini.

Ibadah puasa ini adalah salah satu ibadah yang mengandung kebaikan yang universal dan tidak temporal, sebab ia telah menjadi syariat sebelum datangnya agama Islam. Eksistensi di tengah perubahan merupakan salah satu ciri keunggulan dari suatu hal. Bahkan konon, umat dari agama lain juga melaksanakan puasa.

Secara praktis, puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan hasrat berhubungan seks dari waktu fajar sampai matahari tenggelam. Kita “dipaksa” untuk menahan lapar dan dahaga selama kurang lebih 13 jam. Sebuah kondisi yang tidak biasa kita lakukan di hari-hari lain. Di sinilah puasa mengajarkan nilai kepedulian sosial.

Puasa menjadi madrasah sosial yang paling membekas sebab ia tidak hanya mengajarkan teori atau mengajak untuk melihat dampak ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial dari jauh, akan tetapi kita diajak terlibat secara langsung di dalamnya. Selama ini mungkin sebagian dari kita memiliki sesuatu yang lebih dari segi ekonomi, mendapatkan makanan -bahkan yang lebih dari makanan- dengan mudah. Namun, di saat berpuasa kita akan merasakan bagaimana berada pada suatu titik di mana keinginan kita untuk memakan makanan yang merupakan kebutuhan dasar untuk menyambung kehidupan tidak bisa terpenuhi karena sedang berpuasa. Itu adalah gambaran titik terendah dari kemiskinan.

Saat ini sangat banyak orang yang terkena dampak besar dari covid-19. Orang yang selama ini hidup pas-pasan menjadi rentan, yang rentan menjadi miskin, yang miskin semakin miskin. Mereka sulit untuk memenuhi kebutuhannya bahkan untuk makan sekalipun, dan hal ini diperkirakan akan berlangsung agak lama. Maka dari ibadah puasa ini diharapkan muncul kepedulian sosial yang tinggi. Sebab berpuasa selama satu bulan adalah ajang latihan dalam meningkatkan kualitas diri untuk menghadapi sebelas bulan yang lebih panjang kedepannya. Jika puasa dilaksanakan dengan baik dan dipahami tujuannya, maka nilai-nilai puasa berupa kepedulian dan solidaritas sosial akan tercipta di tengah-tengah masyarakat pada saat keluar dari “pelatihan” tersebut, sehingga masyarakat pun menjadi kuat melewati wabah tersebut. Akhirnya, penulis meyakini bahwa setiap ajaran yang datang dari langit pasti mengandung nilai-nilai yang seharusnya diterapkan di bumi.

#Penulis adalah Pendamping Sosial PKH Kab. Maros (Kemensos-RI) dan Alumni Salafiyah Parappe