MENGENAL LEBIH DEKAT Al MAGFURLAHU ANNANGGURU MUKHTAR BADAWI (Bag. 2)

KH. Mukhtar Badawi mengenyam pendidikan formal dan non formal dengan baik lagi runtut. Hal ini tentu karena disamping dorongan dari dalam dirinya yang haus ilmu juga karena dilatar belakangi ekonomi yang baik kedua orang tuanya yang menopangnya melanjutkan pendidikan. Maklum masa pra kemerdekaan, bersekolah itu betapa sangatlah tidak mudah.
Tahun 1941 tepatnya tanggal 26 Juli, setelah ia menyelesaikan pendidikan Sekolah Desa di Polewali, ia kemudian hijrah dari Alli-alli Takkatidung ke Campalagian untuk melanjutkan pendidikan formalnya di Sekolah Vervolgschool (VVS) dan tamat 1943. Dalam kurun waktu itulah bahkan ia lanjutkan sampai tahun 1948, Mukhtar muda memfokuskan dirinya belajar agama dengan tekun dengan cara mengaji pada beberapa ulama Campalagian yakni pada K.H. Arsyad Maddappungang (Puang Panrita), K.H. Abdurrahim, K.H. Muhammadiyah, K.H. Mahmud Ismail (Imam Pappang) dan K.H. Muhammad Zein.
Tahun 1948, setelah mengambil dasar pelajaran agama di Campalagian ia kemudian berangkat ke Mekah al-Mukarramah di usianya yang ke16 tahun dan bermukim di sana selama kurang lebih 5 tahun atau 6 kali musim haji. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan tingkat Tsanawiyah di Mekah pada tahun 1370 H/1951 M.
Dalam perjalanan mukimnya di Mekah, ia sangat aktif mengikuti pengajian dengan tekun dan rutin di Masjidil Haram Mekkah dalam mata pelajaran Tafsir/ilmu tafsir, hadits, mustalah hadits, fiqih, ushul fiqih, nahwu, sharaf, balagah, mantiq, ilmu falaq, faraid dan lain-lain. Dari beberapa guru/syekh. Antara lain Syekh Sayyid Muhammad Amin Kutbi, Syekh Sayyid Alwi Maliki, Syekh Hasan Al Masysyath, Syekh Zakariah Bila, Syekh Muhammad Yasin Isa Al Padani, Syekh Abdul Jalil Al Muqaddasi, Syekh Mustafa Al Indragiri, Syekh Abdul Kadir Al Mandili, Syekh Abdul Gani, Syekh Yahya Zakariah, Syekh Muhammad Yasin al- Mandari, dan lain-lain.
Setelah melewati fase 5 tahun di Mekah, ayahnya kemudian mengirim surat kepada Mukhtar dan merayu putranya agar kembali ke Indonesia dengan alasan ibundanya sakit. Akhirnya Muchtar muda pulang dan tiba di Mandar pada Hari Jumat 27 November 1953 di usianya yang ke 21 tahun. Masyarakat Alli-alli Desa Takatidung memanggilnya dengan dengan sebutan "Aji Lolo", artinya Aji Muda.
Rayuan ayahandanya untuk pulang ke Indonesia ternyata menyisakan cerita lain. Dahaganya terhadap ilmu ternyata tak membuatnya puas mukim belajar di Mekah selama kurun waktu 5 tahun itu sehingga ketika surat ayahandanya ia terima ia bekerja keras mengumpulkan dana agar setelah ia pulang ke Tanah air, ia bisa kembali ke Mekah tanpa bergantung pada kedua orangtuanya. Ia memang pulang ke Indonesia tapi ia pulang dengan membawa 7 suku-suku emas (bahasa bugis). Ketujuh suku-suku emas ini rencananya akan dijualnya di Indonesia sebagai ongkos sewa kapal untuk dapat kembali ke Makkah.
Sayang, keterikatan batin antara orang tua dan anak membuat kedua orang tuanya tidak lagi merelakan anaknya pergi jauh meninggalkannya sehingga ia kemudian dijodohkan dengan seorang wanita. Demikianlah cara terhebat menambatkan hati seorang lelaki agar tak kemana-mana. Ia menikah dengan Hafsah binti Abdul Mukti pada tanggal 28 Syawal 1373 H. Dengan surat nikah Sabtu, 3 Juli 1954/2 Zulkaedah 1373 H di usia 24 tahun.
Apakah dahaga ilmu sosok Mukhtar Badawi hilang setelah menikah ? Ternyata tidak, karena di pertengahan tahun 1958, ia berangkat ke Solo Surakarta (Jawa Tengah) untuk kuliah di UNNU (Universitas Nahdlatul Ulama). Kurun waktu 3 tahun lamanya ia berpisah dengan istri dan anaknya sampai pada Tahun 1961 ia kembali ke Polewali untuk membawa istri dan anakya ke Solo. Babak yang sama; Berkeluarga tapi juga tak berhenti belajar.
Mengaminkan paragraf terakhir di atas. Tim Redaksi sedikit tertegung setelah melihat tumpukan lembaran ijazah formal beliau kerena ternyata setelah menyelesaikan pendidikannya di Solo, benar paragraf itu, Ijazah Tingkat I Kulliyatul Qadha UNNU di Surakarta tahun 1961 yang bersambung rapi dengan Ijazah PGAN 4 Tahun pada Tahun 1966 dan Ijazah PGAN 6 Tahun pada Tahun 1971 serta Ijazah Sarjana Muda (BA) Fak. Ushuluddin UI DDI di Parepare, tahun 1977, benar-benar sebuah kisah nyata bahwa sosok Mukhtar Badawi adalah Pendekar Ilmu Agama yang tak pernah puas akan ilmunya.
Lahu al-Fatihah...
#Bersambung pada bagian ketiga. Bagian Karya dan pengabdian...
#Disadur dari Tulisan Biografi KH. Mukhtar Badawi yang ditulis Oleh Drs. Ibnu Mukhtar