LANGKAH NABI MUHAMMAD SAW DALAM MENANGKAL CORONA

SHARE

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْآفَاتِ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ باللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بسم الله الرحمن الرحيم قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (51) صدق الله العظيم. 

Puji Syukur senantiasa kita persembahkan kepada Allah swt. yang senantiasa memberikan nikmat kepada kita semua, baik nikmat iman maupun nikmat materi. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. yang telah memberikan uswatun hasanah dalam segala aspek.

Saat ini kita semua dihadapkan dengan sebuah penyakit yang mematikan, wabah virus Covid-19 atau dikenal dengan istilah virus corona. Badan kesehatan dunia menyatakan bahwa wabah virus ini sebagai pandemi yang menjadi masalah global. Negara kita Indonesia juga menjadi salah satu Negara yang terserang virus Corona.

Awalnya warga Indonesia yang positif hanya dua orang pada tanggal 2 Maret, namun sejak hari itu, warga yang terinfeksi terus bertambah hingga tanggal 25 Maret sudah mencapai angka 686 yang tersebar di 18 provinsi dan 55 orang telah meninggal dunia karena virus tersebut. Sebegitu mengerikan pandemi virus corona ini hingga Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah COVID-19. Di antara poin fatwanya tertuju pada individu dan kelompok. Dalam fatwa MUI, setiap individu yang terpapar virus Corona wajib mengisolasi diri agar tidak menularkan virusnya ke orang lain. Shalat Jum’at boleh diganti dengan shalat Zuhur, sedangkan ibadah-ibadah sunnah haram dilakukannya di tempat-tempat umum, sedangkan individu yang belum terpapar tapi berada di kawasan yang sangat tinggi penularannya boleh meninggalkan shalat Jum’at dan shalat berjama’ah, sementara dalam kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu wilayah maka tidak boleh menyelenggarakan shalat Jum’at.

Kaum Muslimin Jama’ah Jum’at rahimakumullah.

Sungguh luar biasa MUI kita, begitu cepat merespon keadaan yang sangat membahayakan ini sehingga mengeluarkan fatwa tersebut, namun sayangnya sebagian masyarakat kita masih mengganggap hal ini hal yang biasa dan tidak perlu ditakuti, bahkan ada sebagian orang menganggap berlebihan karena ketakutan pada virus Corona melebihi ketakutan kepada Allah swt., bahkan orang-orang tersebut menyandarkan pendapatnya pada dalil al-Qur’an dan Hadis. Menurut mereka bukankah dalam al-Qur’an QS al-Taubah: 51 Allah swt. berfirman: 

قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (51)

Katakanlah (Muhammad): Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami dan hanya kepada Allah hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal. 

Bahkan mereka juga mengutip hadis yang mengatakan: 

الطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ.

Tha’un (wabah mematikan seperti lepra, kusta dan kolera) adalah pahala mati syahid bagi setiap orang Islam. (HR Bukhari Muslim).

Ayat dan hadis di atas menjadi salah satu dalil dan keyakinan yang mendorong sebagian umat Islam tidak peduli dan terksesan acuh tak acuh terhadap himbauan pemerintah dan fatwa MUI. Lalu kita bertanya-tanya langkah apa sebenarnya yang benar berdasarkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya?. 

Kaum Muslimin Jama’ah Jum’at rahimakumullah.

Sebagai seorang muslim mari kita merujuk langkah-langkah yang diajarkan oleh Rasulullah saw. dan yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Nabi saw. agar kita semua terhindar dari wabah yang mematikan ini. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda:

فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ، وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا، فِرَارًا مِنْهُ.

Jika kalian mendengar thu’un/wabah ada pada suatu wilayah maka jangan masuk ke wilayah tersebut, dan jika terjadi di wilayah tempat kalian tinggal, maka janganlah keluar dari wilayah tersebut hanya karena menghindari wabah tersebut.

Dalam hadis ini, Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita semua dua hal. Pertama, jika mendapatkan informasi tentang wabah tha’un di suatu wilayah maka hindari wilayah tersebut (larangan masuk dan mengunjungi). Rasulullah saw. memberikan cara antisivasi yang luar biasa dengan melarang kita berkeliaran ke daerah yang terpapar. Jangan biarkan keluarga keluar masuk rumah, jangan biarkan masyarakat keluar masuk ke wilayah kita karena bisa jadi wilayah kita aman tapi ada orang luar yang masuk atau ada orang dalam yang keluar akhirnya membawa virus masuk ke dalam wilayah kita.

Kedua, jika wilayah itu terjangkit wabah sedangkan anda adalah salah satu warganya maka dilarang keluar dan meninggalkan wilayah tersebut (HR Bukhari Muslim). Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita semua agar  tidak menyebarkan virus ke orang lain atau wilayah lain. Jangar biarkan masyarakat yang terpapar berkeliaran karena bisa jadi menyebarkan virus ke orang lain atau wilayah lain, bahkan dalam hadis yang lain, Rasulullah menyuruh seseorang untuk mengisolasi diri di rumah saja.

Hal yang sama dilakukan oleh Umar Bin Khattab, suatu ketika Umar ingin mengunjungi negeri Syam, namun ketika sampai di wilayah Sarag, Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah selaku gubernur Syam datang menyambut Umar dan rombongan sekaligus menyampaikan tentang wabah yang menimpa negeri Syam. Ketika mendengar wabah tersebut, Umar memanggil beberapa sahabat untuk berdiskusi langkah apa yang harus diambil. Sebagian berpendapat bahwa tidak perlu kembali dan terus masuk ke Syam dengan alasan kadung keluar dari Madinah dan niatnya semata-mata mencari rida Allah swt. dan semua wabah ini sudah takdir Allah swt. Sebagian menyarankan agar kembali saja ke Madinah. Lalu Umar mengambil keputusan kembali, namun Abu Ubaedah salah seorang sahabat berkata apakah engkau lari dari takdir Allah swt.? lalu Umar menjawabnya bahwa sikap yang diambil adalah lari dari takdir Allah swt. menuju takdir Allah yang lain, bahkan Umar memberikan analogi tentang pengembala yang memiliki dua pilihan, yaitu tanah dengan rumput yang subur atau tanah yang tandus, bukankah sang pengembala akan memilih tanah yang subur karena itu juga merupakan takdir Allah swt. Kisah ini diabadikan dalam Kitab Shahih Muslim. 

Kaum Muslimin Jama’ah Jum’at rahimakullah

Apa yang diajarkan Nabi saw. dan dilakukan oleh Umar bin Khattab sudah cukup menjadi pelajaran dan tuntunan kita dalam menanggapi wabah COVID-19. Tidak perlu mempertentangkan dengan agama seakan-akan manusia lebih takut kepada virus ketimbang Allah swt. Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa Rasulullah dan Umar jauh lebih bertakwa dan beriman ketimbang kita semua, jauh lebih percaya terhadap takdir dari pada kita semua, akan tetapi toh mereka tetap menjauhi wabah penyakit karena mereka paham bahwa menghindari wabah juga bagian dari takdir Allah. Bukankah dalam hadis. Nabi saw. melarang memandang lama orang yang terinfeksi penyakit kusta, bahkan Nabi saw. mengajarkan agar menjaga jarak dengan mereka dalam berkomunikasi seukuran tombak.

لَا تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمُجَذَّمِينَ، وَإِذَا كَلَّمْتُمُوهُمْ، فَلْيَكُنْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ قِيدُ رُمْحٍ

Artinya: Janganlah kalian berlama-lama memandang orang yang yang terkena penyakit kusta, dan jika berbicara dengan mereka maka hendaknya ada jarak antara kalian dengan mereka seukuran tombak. (HR Ahmad)

Lalu bagaimana dengan hadis bahwa orang yang tertimpa wabah tha’un akan mendapatkan pahala mati syahid, bukankah setiap orang ingin mati syahid?. 

Kaum Muslimin Jama’ah Jum’at rahimakullah

Hadis tentang pahala mati syahid bagi korban wabah mematikan harus dipahami dengan melihat teksnya secara utuh. Rasulullah saw. bersabda: 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَتْ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُونِ، فَأَخْبَرَنِي «أَنَّهُ عَذَابٌ يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، وَأَنَّ اللَّهَ جَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ، لَيْسَ مِنْ أَحَدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، فَيَمْكُثُ فِي بَلَدِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا، يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ».

Dari Aisyah ra. istri Nabi saw. berkata; "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang masalah tha'un lalu beliau mengabarkan aku bahwa tha'un adalah sejenis siksa yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki dan sesungguhnya Allah menjadikan hal itu sebagai rahmat bagi kaum muslimin dan tidak ada seorangpun yang menderita tha'un lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala dan mengetahui bahwa dia tidak terkena musibah melainkan karena Allah telah mentaqdirkannya kepadanya, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati syahid. 

Hadis di atas dengan sangat jelas mengungkapkan bahwa seseorang yang mendapatkan pahala mati syahid adalah orang yang memenuhi 4 kriteria. Pertama, dia melakukan isolasi diri sebagai bagian dari ikhtiar maksimal untuk terhindar dari wabah yang mematikan dan ikhtiar agar tidak menyebarkan kepada orang lain. Kedua, dia sabar menghadapi wabah tersebut dengan mengurung diri atau isolasi agar tidak menular ke orang lain. Ketiga, dirinya melakukan semata-mata mencari rida Allah swt. keempat, meyakini bahwa apapun yang menimpa dirinya sudah menjadi takdir Allah swt. 

Kaum Muslimin Jama’ah Jum’at rahimakullah

Dari teks hadis tersebut dipahami bahwa seseorang yang tidak waspada terhadap virus yang mematikan bahkan terkesan acuh tak acuh lalu seenaknya mengembalikan pada takdir Allah swt. sesungguhnya tidak paham terhadap substansi hadis Nabi saw., bahkan seseorang yang sadar dan sengaja terinfeksi virus dengan tujuan mendapatkan pahala mati syahid dikhawatirkan bukannya mendapatkan pahala mati syahid tetapi termasuk bagian dari bunuh diri. Bukankah dahulu ada seseorang yang membawa tunggangannya ke masjid lalu dibiarkan tanpa diikat kemudian Rasulullah saw. menegurnya dengan mengatakan “Ikatlah baru tawakkal kepada Allah swt.”

Kaum Muslimin Jama’ah Jum’at rahimakullah 

Oleh karena itu, mari kita memperbanyak doa dan istigfar kepada Allah swt. melakukan qunut nazilah atas musibah yang menimpa dunia dan Negara kita, meningkatkan keimanan dan ibadah kepada Allah agar senantiasa diberikan maunah dan pertolongan sehingga kita bisa melalui ujian ini dengan baik dan semoga virus Corona ini segera hilang dari Negara yang kita cintai. Di samping doa yang terus menerus dipanjatkan, kita juga harus mengikuti arahan dan himbauan pemerintah dan mengamalkan fatwa MUI dalam hal ibadah sebagai usaha kita terhindar dari virus Corona. Jadilah masyarakat yang loyal pada pemerintahnya dan jadilah makmum yang patuh pada MUI sebagai wadah ulama Indonesia.  

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم.

 

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ  لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَاْلعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَريْـكَ لَهُ، الْمَلِك ُالْحَقُّ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. وَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَى عَلَى نَبِيِّـنَا مُحَمَّدٍ، وَعَليَ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجـْمـَعِيْنَ. أَمَّا بَعْـدُ فَيَا أَيُّهَا الْإِخْوَانُ فِـى الدِّيْنِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تَقْوَاهُ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا، أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَبَارِكْ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

الَّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مٌجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ الْبَلَاءِ وَدَرْكِ الشَّقَاءِ وَسُوْءِ الْقَضَاءِ وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُوْنِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ الْأَسْقَامِ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. 

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَي وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ  وَاسْأَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.