DEMA MAHAD ALY LATHIFIYAH SUKSES MENGADAKAN BAHTSUL MASAIL KUBRO II SE SULSEL-BAR

DEMA Ma'had Aly Lathifiyah telah sukses menggelar Bahtsul Masail Kubro II di Pondok Pesantren Salafiyah Parappe, Sulawesi Barat, pada tanggal 17-18 Januari 2025. Forum ini berfungsi sebagai wadah diskusi keagamaan yang bertujuan untuk mengkaji problematika aktual dan tematik dengan mengandalkan kitab-kitab klasik dan kontemporer. Bahtsul Masail dirancang untuk memberikan solusi syar'i terhadap berbagai permasalahan yang berkembang di masyarakat, dengan pendekatan yang fleksibel dan demokratis, sehingga hukum Islam tetap relevan serta responsif terhadap kebutuhan zaman.
Kegiatan ini melibatkan beragam pihak, termasuk pondok pesantren, Ma'had Aly, universitas, serta tokoh-tokoh keagamaan dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Ustadz Agim Nastiar, Ketua Dewan Mahasiswa Ma'had Aly Lathifiyah, sebagai pelaksana forum, menjelaskan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah untuk menjawab permasalahan umat dengan merujuk pada panduan dari kitab kuning.
Forum Bahtsul Masail kali ini membahas empat topik utama yang sangat relevan dengan kondisi masyarakat. Pertama, mengenai "Rekayasa Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Dana BOS," yang berkaitan dengan penyimpangan penggunaan dana yang tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) meskipun dana tersebut masih digunakan untuk pondok pesantren. Kedua, diskusi tentang "Mengumbar Aurat di Media Sosial," yang menelaah hukum bagi individu yang telah bertaubat tetapi masih memiliki konten lama di media sosial yang mengumbar aurat.
Ketiga, terdapat pembahasan mengenai "Tradisi Mengganti Nama Anak karena Sering Sakit" di Polewali Mandar, di mana praktik ini tetap dilanjutkan meskipun nama awal anak tidak tergolong buruk. Dan terakhir, "Penentuan Awal Ramadan di Wilayah Timur Indonesia," yang mengkaji kebiasaan masyarakat Papua yang sering melaksanakan salat Tarawih sebelum hasil sidang isbat diumumkan.
Forum ini dihadiri oleh sejumlah tokoh keagamaan seperti KH. Abdul Latif Busyra (Pimpinan Pondok Pesantren Salafiyah Parappe), K. Sirajuddin (Wakil Pimpinan), serta perumus yang terdiri dari KH. Abdul Syahid Rasyid, Dr. Muhammad Zein (PJ Bupati Mamasa), K. Mudir, dan Ustadz Yanto Wijaya. Di moderatori oleh Ustadz Sapri dan Ustadz Hikam Al-Haqiqi, acara ini tidak hanya memberikan pemahaman yang berharga tetapi juga meningkatkan interaksi antar peserta.
Ustadz Yanto Wijaya, selaku perumus di forum ini, menyatakan, “Bahtsul Masail merupakan ciri khas bagi pesantren, terutama yang berbasis kitab kuning. Praktik Bahtsul Masail ini diadopsi dari pesantren yang ada di Jawa, dan pelaksanaannya pun hampir serupa. Selain itu, argumen dalam forum diskusi Bahtsul Masail Kubro kali ini sangat relevan karena berlandaskan pada ibarah-ibarah yang terdapat dalam kitab klasik maupun kontemporer, sehingga pemaparan oleh para peserta Bahtsul Masail dapat dipertanggungjawabkan. Mengenai pelaksanaan Bahtsul Masail kali ini, kegiatan tersebut berjalan dengan baik karena berhasil menyelesaikan berbagai permasalahan yang telah dipaparkan dalam asilah dengan waktu singkat, disertai pemaparan yang berkualitas.”
Ustadz Khairul Anwar menekankan pentingnya penguasaan ibarah di kalangan peserta dan memberikan kesan positif terkait pelayanan yang diterima. Ia juga memberikan kritik konstruktif mengenai pengembangan pelaksanaan Bahtsul Masail di Sulawesi, seperti optimalisasi notulensi selama proses diskusi.KH Abdul Latief Busyra mengingatkan para peserta agar selalu bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu serta berani bermimpi untuk menjadi ulama yang berkontribusi bagi umat. Mengadopsi tradisi Bahtsul Masail yang sering diadakan di pesantren-pesantren di Jawa merupakan upaya nyata dalam melestarikan tradisi keilmuan pesantren. Pesantren di Jawa dapat menjadi inspirasi sekaligus teladan bagi pondok pesantren di seluruh nusantara untuk terus menjaga dan mengembangkan tradisi keilmuan ini.
"Allah memberikan kelebihan kepada siapa saja yang Ia kehendaki, dan sekarang kelebihan itu diberikan kepada tanah Jawa," ungkap beliau.
Harapan ke depan, Bahtsul Masail yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Salafiyah Parappe ini dapat menjadi acuan bagi pondok-pondok pesantren di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Selain itu, forum ini juga diharapkan dapat menjadi ajang silaturahmi antar pesantren serta memperkuat jaringan ilmiah di kalangan santri, sehingga memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat secara umum.