BIDAH ITU SESAT ?

Pertanyaan dari bapak Muhiddin di Rubrik Konsultasi Fikhi & Syaria’ah http://salafiyahparappe.com/konsultasi pada tanggal 25 Oktober 2018 Jam 04 :14 Wita
Assalamualaikum warahmatullah Mohon penjelasan Ustadz tentang bid'ah???
Jawaban dari Tim Redaksi salafiyah parappe.com
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Terima kasih atas pertanyaan Bapak Muhiddin. Semoga Allah Swt merahmati kita semua.
Kata bid'ah sering kita dengar di zaman ini dan terkadang menjadi bahan fitnah sesama muslim karena tidak digunakan secara proporsional. Oleh sebab itu Tim Redaksi salafiyahparappe.com melalui pertanyaan dari Bapak Muhiddin ini ingin mengajak kita memahami istilah ini dengan baik dan 'arif.
Munculnya kata bid’ah pada dasarnya berasal dari Hadits Irbad bin Sariyah Riwayat Abu Daud dan selainnya sbb :
فإن كلَّ مُحدَثة بدعة، وكلَّ بدعة ضلالة
"Sesungguhnya setiap perkara baru itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” (H.R. Abu Daud: 4607)
Sayyid Ali bin Muhammad Ba’alawi dalam Muqaddimah Kitab As-Sunnatu Wal Bid’ah karya Abdullah Mahfuz Al Hadromi mengatakan sekalipun hadits ini menjadi sumber istilah kata bid’ah namun yang dimaksud adalah yang menyalahi nash-nash syariat, sebab apapun yang dimunculkan (perkara baru) yang sejalan dengan syariat maka tidak boleh dicap sebagai bid’ah sesat. (Assunah Wal Bid'ah: hal. 6)
Hadits diatas perlu dihadapkan dengan nash-nas dalil yg lain karna sifatnya yg umum dan berbenturan keumumannya dengan dalil-dalil lain yang bersifat khusus atau bahkan yg umum juga.
Lalu, apakah konsep 'Am Wal Khas memang Ada?
Tidak bisa dipungkiri teori umum dan khusus dalam Alqur’an dan Hadits banyak sekali, diantaranya:
Pertama, firman Allah Swt yang menceritakan kebinasaan ummat-ummat dahulu sebagaimana yang terdapapat dalam Alquran Surah Al-An’am Ayat 44 sbb :
فَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ أَبۡوَٰبَ كُلِّ شَيۡءٍ
"Kami bukakan kepada mereka pintu segala sesuatu"
Tapi tidak dengan pintu rahmat Allah.
Kedua, Ayat yang menceritakan tentang kehancuran kaum ‘ad oleh badai topan, sebagaimana yang terdapapat dalam Alquran Surah Al Ahqaf Ayat 25 sbb :
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيۡءِۢ
"…yang menghancurkan segala sesuatu",
Tapi tidak dengan gunung, langit, dan bumi.
Ketiga, Ayat yang menceritakan kekuasaan Ratu Balqis, sebagaimana yang terdapapat dalam Alquran Surah An-Naml Ayat 23 sbb :
وَأُوتِيَتۡ مِن كُلِّ شَيۡءٖ
"Dan ia diberikan segala sesuatu",
Tapi tidak dengan singgasana Nabi Sulaiman.
Keempat, Dalam Shahih Bukhori ada sebuah riwayat sbb :
عن علي رضي الله عنه قال : " بعث النبي صلى الله عليه وسلم سرية ، فاستعمل رجلا من الأنصار ، وأمرهم أن يطيعوه فغضب ، فقال : أليس أمركم النبي صلى الله عليه وسلم أن تطيعوني ؟ قالوا : بلى ، قال : فاجمعوا لي حطبا ، فجمعوا ، فقال : أوقدوا نارا ، فأوقدوها ، فقال : ادخلوها ، فهموا ، وجعل بعضهم يمسك بعضا ، ويقولون : فررنا إلى النبي صلى الله عليه وسلم من النار ، فما زالوا حتى خمدت النار ، فسكن غضبه ، فبلغ النبي صلى الله عليه وسلم فقال : ( لو دخلوها ما خرجوا منها إلى يوم القيامة ، الطاعة في المعروف )" صحيح البخاري (3990 ).
Dari ' Ali Ra berkata, “Nabi pernah mengutus satu pasukan yang ia angkat menjadi pimpinan mereka seorang laki-laki anshor, dan beliau memerintahkan mereka untuk taat kepadanya, suatu ketika laki-laki tersebut marah seraya berkata bukankah Nabi memerintahkan kalian untuk mentaatiku? Mereka menjawab ya, laki-laki itu kemudian berkata kumpulkan untukku kayu bakar! Mereka pun mengumpulkannya dan laki-laki itu berkata nyalakanlah api! Merekapun menyalakannya, kemudian ia berkata masuklah kalian padanya! Merekapun ingin memasukinya namun sebagian mereka saling menahan satu sama lain seraya berkata “kita lari kepada Nabi saw justru karna takut api (neraka)! Mereka terus dalam situasi seperti itu hingga api itu padam, dan emosi laki-laki itupun hilang, berita ini sampai kepada nabi saw dan beliau berkata “andai mereka (pasukan) masuk kepada api itu maka mereka tidak akan pernah keluar/mati, sesungguhnya ketaatan itu hanya kepada yang baik”.(HR. Bukhori: 3990)
Dalam Hadits ini Nabi Muhammad Saw ingin mengingatkan bahwa taat pada sahabat tersebut yg sifatnya umum/mutlak bukanlah itu yang dimaksud.
Abdullah mahfuz Al Hadhromi dalam mengomentari riwayat ini mengatakan bahwa hadits ini umum yang bertujuan khusus, (Assunah walbid’ah: 7)
Kelima, Riwayat lain dalam Shahih Bukhori Nabi Muhammad Saw mengharamkan untuk membenci sesama sampai tidak bertegur sapa melebihi tiga hari sbb :
عن أبي أيوب الأنصاري أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لا يحل لرجل أن يهجر أخاه فوق ثلاث ليال (3990 )
Dari Abu Ayyub Al-Anshori Bahwasanya Nabi Muhammad Saw berkata tidak halal bagi seorang laki-laki untuk tidak bertegur sapa dengan saudaranya melebihi tiga hari (HR. Bukhori: 5613)
Disatu sisi beliau pernah tidak bertegur sapa dengan tiga orang sahabat yg tidak ikut bersama dalam perang tabuk melebihi tiga Hari, bahkan beliau menyuruh sahabat yg lain untuk ikut memboikot ketiganya. (Riyadh As-Solihin Hadits 9 Bab Taubat)
Hal ini mengindikasikan bahwa hadits ini dikhususkan, Jadi teori umum khusus dalam memahami nash Alquran Hadits adalah sesuatu yang tidak boleh tidak, dan telah menjadi kaidah usul yg sangat mendasar
مامن عام إلا خصص
"Tiadalah yg umum itu kecuali di khususkan"
Abdullah Mahfuz mempertegas ini dengan mengutip perkataan para ulama yang mengatakan
لايعمل بالعام إلابعد البحث عما يخصصه
Tidak boleh mengamalkan yg umum kecuali setelah mencari tau apa yang mengkhususkannya. (Assunah Walbid'ah hal. 8)
Atas dasar inilah Ali bin Muhammad Ba’alawi mengatakan hadits tentang bid'ah diatas termasuk kategori hadits “umum yg bertujuan khusus”. (Assunah walbid'ah hal. 6)
Abdullah Mahfudz Alhadhromi menambahkan satu kutipan dari Imam Nawawi dalam menta’liq Hadits diatas kata beliau :
هذا عام مخصوص المراد به المحادثات التي ليس في الشريعة ما يشهد لها بالصحة
Ini adalah hadits umum yang dikhususkan, yang dimaksud dengan bid’ah adalah perkara baru yang tidak ada dalam syariat pembenaran atas keabsahannya.. (Assunah Walbid'ah hal. 17)
Konsep ini yang kemudian mengharuskan para ulama menta'rifkan bid’ah itu secara proporsional.
Menurut Ibnu Hajar Al Haitsami, bid’ah ialah apa yang dimunculkan yg menyalahi perkara syariat serta dalil khusus maupun umumnya, (Attabyiin Bisyarhil Arbaiin hal. 221)
Kemudian disederhanakan oleh ibnu Al-Atsir yang mengatakan bahwa bid’ah itu ada dua. Bid’ah lurus dan bid’ah sesat. Setiap yang menyalahi apa yang Allah dan Rasulnya perintahkan maka ia berada pada bagian tercela dan tertolak, dan setiap yang bernaung dibawah keumuman apa yang Allah galakkan dan Rasulullah Saw anjurkan maka ia berada pada bagian terpuji. (Annihayah fi Al-Garibil hadits,1/106) dan diperluas oleh Izzuddin Ibnu Abd As-Salam dengan membagi bid’ah kepada wajib haram sunnah makruh mubah.(Subulussalam Izzuddin. 7/309)
Lebih jelasnya Imam Nawawi mencontohkan dalam kitab Nur Al-Dzolam bid’ah wajib seperti penyusunan alqur'an Dan ilmu syariat karna dikhawatirkan punah, haram seperti mengutamakan atau memuliakan orang jahil dari pada ulama, Sunnah seperti tarwih biljamaah, makruh seperti menentukan hari-hari mulia secara khusus untuk beribadah, menghiasi masjid secara berlebihan dan mubah seperti bermewah-mewah dalam menikmati makanan, minuman, pakaian walaupun sebagian menganggapnya makruh. (Nur Al-Dzolam hal. 6)
Jadi, bid'ah itu tidak selamanya sesat.
والله اعلم بالصواب