BAB VI PERGUNJINGAN

SHARE

Allah Swt berfirman:

أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا

Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (QS. Al-Hujurat/49: 12).

Allah Swt mewahyukan kepada Nabi Musa AS.: “Barangsiapa meninggal dan sudah bertobat dari pergunjingan, maka ia masuk surga paling akhir. Barangsiapa meninggal dan tetap melakukan pergunjingan, maka ia yang paling pertama masuk neraka.

Ada yang mengatakan, bahwa perumpamaan orang yang menggunjing orang lain adalah seperti orang yang menyiapkan ketapel, ia menembak amal-amal kebaikannya sendiri dengan gunjingannya itu ke timur dan barat. 
Ada yang mengatakan, bahwa seseorang diberi buku catatan amalnya pada hari kiamat nanti, dia akan melihat dalam bukunya itu amal-amal baik yang tidak pernah ia melakukannya. Lalu dikatakan kepadanya: “Inilah hasil dari pergunjingan orang lain terhadap dirimu yang engkau sendiri tidak menyadarinya.

Sufyan, namanya Sufyan ibn Said ibn Masruq ats-Tsauri berasal dari Bani Tsaur ibn Abd Manah dari Mudhar Abu Abdullah. Ia seorang tokoh dalam ilmu hadis dan salah seorang imam mujtahid. Telah disepakati mengenai agama, wara’, zuhud, dan ke-tsiqah-annya dalam periwayatan. Ia lahir di Kufah pada tahun 95 H. Menerima riwayat dari Sabi’iy dan A’masy dari orang-orang yang tergolong pada thabaqat keduanya. Demikian juga menerima dari Auza’i, Ibnu Juraij, Ibnu Ishak, dan lain-lain. Ia pernah tinggal di Mekah dan Madinah. Pernah menyatakan: “Seorang alim adalah dokternya agama, dan dirham adalah penyakitnya agama. Jika seorang dokternya justru terjangkiti penyakit itu, maka bagaimana ia bisa mengobati orang lain. Ia wafat di Basrah pada tahun 161 H dan meninggalkan sejumlah karya besar, di antaranya Kitab al-Faraid, al-Jâmi’ ash-Shaghir, al-Jâmi’ al-Kabir. Biografinya dapat dilihat dalam: Ibnu al-Ma’ad, Syadzarat adz-Dzahab Juz I h. 250; Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliya’ Juz VI h. 356; Ibnu Qunfudz al-Qasnathini, Kitab al-Wafayat h. 134; al-Manawi, al-Kawakib ad-Durriyah Juz I h. 212; Kahhalah, Mu’jam al-Muallifin Juz IV h. 234; al-Baghdadi, Hadiyyah al-‘Arifin Juz I h. 387, (Muhaqqiq).

Beliau pernah ditanya mengenai sabda Nabi SAW. “Sesungguhnya Allah membenci keluarga pemakan daging manusia.” (Diriwayatkan Baihaqi bersumber dari Ka’ab Radhiyallahu ‘anhu. Dalam Kitabnya asy-Sya’b Hadis No. 5668. Lihat dalam as-Suyuthi, ad-Durr al-Mantsur Juz VII h. 576; al-Ajluni, Kasyf al-Khafa’ Juz I h. 248 Hadis No. 761, Muhaqqiq). Ia menjawab: “Bahwa yang dimaksud pemakan daging adalah mereka yang menggunjing orang lain dan mereka memakan dagingnya.”

Ketika menggunjing dipertanyakan di hadapan Abdullah ibn al-Mubarak, (Namanya Abu Abdurrahman Abdullah ibn al-Mubarak ibn Wadhih al-Hanzhali. Seorang tokoh yang amat pintar lagi penghapal, guru umat Islam, menguasai berbagai ilmu, seperti ilmu syair, sastra. Ia popular dengan kezuhudan dan ketakwaannya. Memiliki beberapa buku tentang tasawwuf. Menyumbangkan kepada para fakir sebanyak 100.000 dirham setiap tahun. Ia wafat pada tahun 181 H. Biografinya lihat dalam: Ibnu Qunfudz al-Qasnathini, Kitab al-Wafayat h. 143; Ibnu al-Ma’ad, Syadzarat adz-Dzahab, Juz I h. 295; Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliya’ Juz VIII h. 162; Sizkin, Tarikh at-Turats al-‘Arabi, Juz I h. 137, Muhaqqiq). Beliau berkata: “Jika aku pernah menggunjing terhadap seseorang, niscaya aku menggunjing kedua orang tuaku, sebab keduanyalah yang lebih berhak atas amal-amal baikku.”

Diberitahukan kepada al-Hasan al-Basri (Namanya Abu Said al-Hasan ibn Abi al-Hasan ibn Yasar al-Basri. Ia salah seorang tokoh dan penghulu para tabiin, imam penduduk Basrah dan lautan umat di zamannya. Ia seorang alim, moralis, ahli fikih, abid, zahid, dan wara’. Ia lahir tahun 21 H, dua tahun sebelum pemerintahan Khalifah Umar berakhir, tinggal dan menetap di Basrah. Kata Imam al-Ghazali: “Ucapan Hasan Basri menyerupai ucapan para Nabi, mendekati perilakunya dengan para sahabat, sangat fasih bicaranya dan penuh hikmah. Ia wafat pada tahun 110 H. Biografinya dapat dilihat dalam Ibnu Qunfudz al-Qasnatini, Kitab al-Wafayat h. 109; Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliya’ Juz II h. 131; adz-Dzahabi, Mizan al-I’tidal Juz I h. 254; Ibnu Khallikan, Wafayat al-A’yan Juz h. 354.): “Sesungguhnya si Fulan telah menggunjingmu. Maka al-Hasan mengirim kue-kue kepada orang yang menggunjingnya itu dan menitip pesan: “Aku mendengar bahwa engkau telah melimpahkan amal-amal baikmu kepadaku. Maka aku ingin membalas kebaikanmu.”

Nabi SAW. bersabda: “Barangsiapa melepaskan jubah penutup rasa malunya, maka tidak ada lagi pergunjingan baginya.” (HR. Baihaqi bersumber dari Anas dalam Sunannya. Lihat. As-Suyuthi, Jâmi’ al-Ahâdits Juz VI h. 120 Hadis No. 20383 dan ad-Durr al-Mantsûr Juz VII h. 577, Muhaqqiq). 

Dalam hadis lain, Nabi SAW. bersabda: “Bukanlah pergunjingan bagi orang fasik.” (HR. Thabarani dan Ibnu ‘Adiy dalam al-Kamil. Demikian juga al-Qudha’iy bersumber dari Muawiyah ibn Haydah secara marfu. Lihat dalam al-‘Ajluni, Kasyf al-Khafa’ Juz II h. 171 Hadis No. 2151, Muhaqqiq). 

Al-Junaid mengatakan: “Aku melihat seorang fakir yang kelihatan bekas ibadahnya sedang mengemis. Lalu dalam hatiku berkata: “Seandainya orang ini melakukan sesuatu perbuatan yang menjaga kehormatannya itu lebih baik baginya. Ketika aku pulang ke rumahku dan melakukan wirid, terasa berat bagiku melakukannya hingga aku tidur. Lalu aku melihat dalam mimpi si fakir itu didatangkan dan diletakkan di atas meja makan, dan dikatakan kepadaku: “Makanlah daging orang ini, sesungguhnya engkau telah menggunjingnya. Aku berkata: “Aku hanya berkata dalam hatiku.” Lalu dikatakan kepadaku: “Perbuatanmu seperti itu tidak layak, pergilah kepada orang itu dan minta maaflah. Ketika pagi harinya aku pergi dan tidak pernah berhenti mencarinya hingga aku menemukannya di suatu tempat ia sedang memungut dedaunan yang tersisa dalam air yang digunakan untuk mencuci sayuran. Aku memberi salam kepadanya, dan ia menjawabku: “Wahai Abul Qasim, apakah engkau kembali ke sini lagi?” Aku menjawab: “Tidak.” Orang itu menjawab: “Semoga Allah mengampuni kami dan engkau.”

(Wajidi Sayadi, Ancol Jakarta, 19 Februari 2019)