BAB II Mujahadah Bagian 2

Al-Hasan al-Qazzaz berkata: “Thariqat ini dibangun di atas tiga hal;
1) Tidak makan, kecuali ketika sangat lapar,
2) Tidak tidur, kecuali ketika sangat mengantuk,
3) Tidak berbicara, kecuali dalam keadaan darurat.
Ibrahim ibn Adham Rahmatullah ‘alaih, (Namanya Abu Ishak Ibrahim ibn Adham berasal dari Balk di Khurasan. Dia termasuk cucu dari raja-raja Maisurin. Ketika ia keluar sedang berburu. Tiba-tiba terdengar suara memanggilnya dan menyadarkannya dari kelalaiannya. Akhirnya ia meninggalkan kehidupan duniawi dan segala kemewahannya menuju kehidupan zuhud, wara’, dan fakir. Ia pergi ke Mekah dan belajar kepada Sufyan ats-Tsauri dan Fudhail ibn Iyadh. Lalu kemudian masuk daerah Syam, di sana ia bekerja dan makan dari hasil keringatnya sendiri. Ia pernah menyatakan: “Barangsiapa mengenal apa yang ia cari, maka dengan mudah mengorbankan segalanya. Barangsiapa membebaskan pandangannya, maka duka citanya akan berkepanjangan. Barangsiapa membebaskan harapannya, maka jahatlah perbuatannya. Barangsiapa membebaskan lidahnya, maka ia membunuh dirinya.” Ia wafat pada tahun 163 H di Syam. Lihat biografinya dalam as-Sulami, Thabaqât ash-Shufiyyah h. 27; Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliya’ Juz VII h. 367; al-Qusyairi, ar-Risalah h. 8; Ibnu Taghri Bardi, an-Nujum az-Zahirah Juz II h. 21; al-Manawi, al-Kawakib ad-Durriyah Juz I h. 142; Ibnu al-Jauzi, Shifah ash-Shafwah, Juz II h. 787; as-Sya’rani, ath-Thabaqat al-Kubra Juz I h. 59; al-Hujwiri, Kasyf al-Mahjub h. 129; adz-Dzahabi, Mukhtashar Dual al-Islam Juz I h. 110; Mahmud Khitab as-Subki, Mukhtashar A’dzab al-Masalik h. 60; al-Kalabadzi, at-Ta’arruf li Madzhab Ahl at-Tashawwuf h. 166; al-Jami, Nafhat al-Uns h. 104, Muhaqqiq).
Beliau berkata: “Seseorang tidak akan mencapai derajat sebagai orang-orang saleh sebelum melakukan enam hal, berikut ini:
1. Menutup pintu hidup bersenang-senang dan membuka pintu kesusahan.
2. Menutup pintu rasa terhormat dan membuka pintu kerendahan hati.
3. Menutup pintu istirahat dan membuka pintu kerja keras.
4. Menutup pintu tidur dan membuka pintu begadang.
5. Menutup pintu kekayaan dan membuka pintu kemiskinan.
6. Menutup pintu harapan duniawi dan membuka pintu persiapan menuju kematian.
Abu Ali ar-Raudzubari (Nama lengkapnya Ahmad ibn Muhammad ibn al-Qasim ibn Mansur ibn Syahriyar ibn Mihradzadzar ibn Farghadad ibn Kisra. Ia berasal dari Baghdad, tapi tinggal di Mesir hingga menjadi guru dan wafat di sana tahun 322 H. Ia belajar kepada al-Junaid, Abul Husain an-Nuri, Abu Hamzah al-Baghdadi, dan lain-lain. Ia seorang alim dan fakih, penghafal hadis Nabi SAW., Muhaqqiq).
Beliau berkata: “Jika seorang sufi sudah lebih lima hari tidak makan dan ia berkata, aku lapar, maka suruh saja ke pasar mencari pekerjaan untuk makan.
Ibrahim al-Khawwas Rahmatullah ‘alaih (Nama lengkapnya Abu Ishak Ibrahim ibn Ahmad ibn Ismail al-Khawwash. Ia menekuni suluk dengan jalan tawakkal. Ia semasa dengan al-Junaid dan an-Nuri, wafat tahun 291 H di Ray. Ia pernah mengatakan: “Barangsiapa yang tidak menangisi dunia, maka ia tak akan tertawa memasuki alam akhirat.” Lihat biografinya dalam Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliya’ Juz X h. 325; al-Qusyairi, ar-Risalah h. 31; as-Sya’rani, ath-Thabaqat al-Kubra Juz I h. 113; dan as-Sulami, Thabaqat ash-Shufiyah h. 284, Muhaqqiq).
Beliau berkata: “Tak ada sesuatu yang menyusahkan aku, kecuali aku menungganginya.
Ketahuilah, bahwa mujahadah itu banyak macamnya. Setiap murid cocok dengan satu macam tersendiri, namun belum tentu cocok dengan yang lain karena persoalan kemampuan dan kelemahan serta kapasitas pengetahuannya terhadap sejauhmana kesulitan yang dialami bagi murid yang bersangkutan dalam bermujahadah itu. Misalnya, bermujahadah dengan cara puasa dan shalat terasa sangat berat dan susah bagi para pejabat dari pada mujahadah dengan bersedekah dan membebaskan budak.
Sebaliknya, bagi para pelaku bisnis, bermujahadah dengan cara sedekah dan membebaskan budak terasa sangat berat dan susah.
Bermujahadah dengan cara menghindari pertengkaran, perselisihan, persaingan, dan pameran kelebihan, adalah terasa sangat berat dan susah bagi sebagian kalangan ahli fiqih masa kini dibandingkan dari pada shalat, puasa, dan menelaah secara berulang-ulang.
Sebagian guru-guru kita di era sekarang bermujahadah dengan cara menghindari mengulurkan tangannya kepada orang lain untuk mendapat bantuan adalah terasa sangat berat dan susah dari pada memakai pakaian wol kasar dan membiasakan diri sujud dalam waktu lama.
Bermujahadah dengan cara puasa di musim panas terasa sangat berat dan susah dari pada di musim dingin. Sebaliknya, melaksanakan shalat malam terasa berat dan susah di musim dingin dari pada di musim panas.
Dengan demikian, bahwa ketentuan mengenai macam-macamnya mujahadah bagi setiap murid terserah dan tergantung kepada penglihatan Syekh yang mengarahkan dan membimbing mereka, sebab yang demikian itu adalah memerlukan konsentrasi penuh dan kesiapan mental fisik secara prima.
(Wajidi Sayadi, Pontianak, 13 Februari 2019)
Bersambung...