BAB II : MUJAHADAH (Bagian 1)

Mujâhadah dalam pengertian bahasa adalah memerangi, dan yang dikehendaki dalam pengertian syara’, adalah memerangi musuh-musuh Allah. Dalam terminologi ahli hakekat, mujahadah adalah memerangi dorongan nafsu amarah yang selalu mengajak kepada kejahatan dengan cara menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang menyusahkan sesuai dengan tuntutan secara syara’. Sebagian ulama mengatakan, mujahadah adalah menyalahi segala keinginan nafsu. Ada juga yang mengatakan, mujahadah adalah menghindarkan diri dari segala yang disenangi.
Mujahadah terbagi atas dua bagian; Mujahadah bagi orang awam ialah melakukan amal secara sempurna, dan Mujahadah bagi kalangan khawas, ialah membersihkan segala macam keadaan, sebab lapar dan tidak tidur semalaman akan mempermudah dalam proses perubahan dari akhlak buruk menjadi akhlak terpuji. Mujahadah dalam ketaatan kepada Allah merupakan salah satu media yang paling efektif yang akan membuat sampai kepada-Nya. Allah berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. (QS. Al-‘Ankabut/29: 69).
Artinya, orang yang berjihad dalam melaksanakan berbagai amal hanya karena mencari keridhaan Allah semata, maka Allah akan menambahkan lagi hidayahnya kepadanya. Ada juga yang mengatakan, maksud kandungan ayat ini ialah orang-orang yang berjihad dalam memenuhi ketaatan dalam agama Kami, niscaya Kami akan selalu memberi taufik kepada mereka agar selalu tekun dalam ketaatan itu. Nabi SAW. bersabda:
وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ
“Seorang mujahid adalah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya dalam melakukan ketaatan kepada Allah.”
Hadis ini diriwayatkan Ahmad, Thabarani, dan al-Qudha’i bersumber dari Fadhalah ibn Ubaid secara marfu’. Dalam bab lain, bersumber dari Jabir dan Uqbah ibn Amir. Selanjutnya lihat dalam al-‘Ajluni, Kasyf al-Khafa' Juz II h. 199 Hadis No. 2272, hanya saja dalam hadisnya menggunakan kalimat فِيء ذاَتِ الله sebagai pengganti dari kalimat فِي طاَعَةِ اللهِ As-Suyuthi meriwayatkan juga bersumber dari Fadhalah dengan kalimat فِي اللهِ menurutnya ia diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban pada hadis no. 23478, Juz VI h. 677, (Muhaqqiq).
Asy-Syekh Abu Ali ad-Daqqaq Rahimahullah berkata: “Barangsiapa menghiasi lahiriahnya dengan mujahadah, niscaya Allah akan menghiasi batinnya dengan cahaya musyahadah.” Ketahuilah, bahwa mujahadah adalah suatu keniscayaan dalam memulai jalan suluk, menuju kepada Tuhan sesudah taubat. Siapa yang belum memiliki sikap mujahadah dalam memulai kegiatan suluk, maka ia belum sempat minum seteguk pun dari kasih sayang umat.
Abu Usman al-Maghribi, (Namanya Said ibn Sallam berasal dari Qirwan salah satu wilayah di desa Karkanat. Pernah tinggal beberapa lama di Tanah Haram. Belajar kepada Abu Amr az-Zajjaj dan Abul Hasan ibn ash-Shaigh, dan lain-lain. Tidak ada yang menyamai dalam ketinggian moralnya, disiplin waktu, dan tajam dalam menggunakan firasat. Ia wafat pada tahun 373 H di Naisabur. Selanjutnya lihat biografinya dalam ar-Risalah al-Qusyairiyah h. 38; as-Sulami, ath-Thabaqat h. 479; Ibnu al-Ma’ad, Syadzarat az-Dzahab Juz III h. 81; al-Jami' Nafahât al-Uns h. 281; Ibnu Katsir, al-Bidâyah wa an-Nihâyah Juz I h. 299; al-Baghdadi, Hadiyyah al-Arifin Juz I h. 389; al-Hujwiri, Kasyf al-Mahjub h. 158, Muhaqqiq).
Beliau berkata: “Barangsiapa membayangkan bahwa ia akan dibukakan pintu dalam thariqat (jalan menuju Tuhan) ini atau akan tersingkap baginya segala sesuatu tanpa mujahadah adalah suatu kekeliruan besar.”
(Wajidi Sayadi, Pontianak, 12 Februari 2019)