BAB I : TAUBAT Bag. 3

Taubat pada bagian pertama di atas merupakan tanjakan awal dalam menempuh jalan menuju Allah dan maqam (tahapan) awal dalam mencari ridha Allah. Sesungguhnya Allah selalu mendorong agar segera bertaubat, seperti yang dinyatakan dalam firman-Nya.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah/2: 222).
Diriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda:
إِذاَ أَحَبَّ اللهُ عَبْداً لَمْ يَضٌرَّهُ ذَنْبٌ
Jika Allah mencintai seorang hamba, maka dosa itu tidak akan memberi mudarat pada dirinya.”
Lalu kemudian Beliau membaca ayat tersebut (QS. Al-Baqarah/2: 222). Maksudnya, Allah memberi taufik kepadanya untuk bertaubat dan Allah menerima taubatnya, maka dosa yang pernah dilakukan sebelum taubat itu, tidak ada lagi melekat pada dirinya. Nabi SAW. juga selalu memotivasii untuk segera bertaubat, sebagaimana dalam sabdanya:
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ
“Orang yang bertaubat seperti orang yang tak berdosa”.
Hadis ini diriwayatkan Ibnu Majah bersumber dari Ibnu Mas’ud, dan al-Hakim dari Abu Said. Lihat dalam as-Suyuthiy, Jâmi’ al-Ahâdîts No. 10667. Dalam hadis bernomor 10668 ia menambahkan bahwa Nabi SAW. bersabda: “Orang yang bertaubat seperti orang yang tak berdosa, dan jika Allah mencintai seorang hamba, maka dosanya itu tidak akan melekat pada dirinya.” Hadis no. 10669 disebutkan: “Orang yang bertaubat seperti orang yang tak berdosa, dan orang yang memohon ampun dari dosa, namun ia tetap juga melakukan dosa, seperti orang yang mengejek Tuhannya. Dan siapa menyakiti sesama muslim, maka ia akan menanggung dosa seluas tempat tumbuhnya pohon kurma. Hal ini diriwayatkan Baihaqi dalam as-Syu’ab, dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas. Lihat, Jâmi’ al-Ahâdits Juz III h. 651 Hadis No. 10667, 10668, dan 10669; as-Suyuthi, ad-Durr al-Mantsûr Juz I h. 626; al-‘Ajluni, Kasyf al-Khafâ’ Juz h. 296, (Muhaqqiq).
Dalam hadis lain, Nabi SAW. bersabda:
ماَ مِنْ شَيئِ أَحَبُّ اِلىَ اللهِ مِنْ شاَبٍّ تاَئِبٍ
“Tak ada sesuatu pun yang lebih dicintai Allah, dari pada seorang pemuda yang bertaubat.”
As-Suyuthi mengemukakan hadis ini dalam al-Jâmi’ al-Ahâdits Juz V h. 584 Hadis No. 18802. Katanya hadis ini diriwayatkan oleh Abu al-Muzhaffar as-Sam’âni bersumber dari Salman. Lihat juga dalam Juz V h. 708 Hadis No. 19427, katanya ia diriwayatkan Dailami bersumber dari Anas (Muhaqqiq).
Adapun syarat taubat dalam perspektif Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah ada tiga hal, yaitu:
1. Menyesali apa yang telah berlalu.
2. Segera meninggalkannya.
3. Bertekad tidak mengulangi seperti yang pernah dilakukan sebelumnya untuk akan datang.
Nabi SAW. bersabda:النَّدَمُ تَوْبَةٌ “Penyesalan adalah taubat”.
Hadis ini diriwayatkan Ahmad dalam Musnadnya, Bukhari dalam Tarikhnya, Ibnu Majah dalam Sunannya, Hakim dalam al-Mustadrak, semuanya bersumber dari Ibnu Mas’ud. Di samping itu, Hakim dan Baihaqi dalam as-Sya’b juga meriwayatkannya bersumber dari Anas pada hadis no. 23994 dan 23995, dan pada bagian akhirnya ia menambahkan: “Orang yang bertaubat, laksana orang tak berdosa.” Thabarani dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah juga meriwayatkan hadis ini bersumber dari Abu Said al-Anshari. Lihat dalam al-‘Ajluni, Kasyf al-Khafâ’ Juz II h. 315 Hadis No. 2801; al-Imam Shalahuddin at-Tijâni, Jawâmi’ al-Kalim Hadis No. 2609 (Muhaqqiq).
Maksud hadis tersebut, bahwa penyesalan adalah rukun atau syarat terpenting dalam taubat. Sebagaimana halnya sebuah hadis:الْحَجُّ عَرَفَةُ “Haji itu di ‘Arafah”.
Hadis ini diriwayatkan Ahmad dalam al-Musnad, para penulis kitab Sunan, Ibnu Hibban, dan Hakim. Menurut Hakim kualitas isnadnya sahih. Kata Tirmidzi: “Para ulama dari kalangan sahabat dan lainnya berpegang dan mengamalkan hadis ini. Demikian juga ad-Daruqutni dan Baihaqi meriwayatkannya bersumber dari Abd ar-Rahman ibn Ya’mar ad-Dailami. Lihat al-“Ajluni, Kasyf al-Khafâ’ Juz I h. 351 Hadis No. 1115; as-Suyuthi, Jâmi’ al-Ahâdits Hadis Juz IV h. 14 Hadis No. 11366; Shalahuddin at-Tijâni, Jawâmi’ al-Kalim h. 156 Hadis No. 1144, (Muhaqqiq).
Sebagian ulama melihat hadis tersebut di atas secara tekstualnya, bahwa penyesalan itulah taubat yang sesungguhnya. Adapun kedua rukun taubat yang lain, meninggalkan segera dan bertekad tidak akan mengulangi, hanyalah mengikut saja. Tidak mungkin suatu taubat dapat terwujud tanpa penyesalan yang benar.
Sebagian ulama menetapkan bahwa syarat taubat itu ada delapan, yaitu tiga yang telah disebutkan di atas, dan lima berikutnya adalah:
4. Melunasi terhadap mereka yang telah dianiaya dan mengembalikan hak-hak mereka.
5. Mengganti terhadap segala kewajibannya kepada Allah yang luput ia lakukan.
6. Menghancurkan segala daging dan lemak yang tumbuh dalam dirinya yang berasal dari sumber yang haram dengan cara ar-riyâdhah, yakni menjalani latihan jasmani dan rohani dalam menempuh berbagai tahapan menuju kedekatan diri kepada Allah, dan mujâhadah, yakni perjuangan melawan ronrongan dan dorongan nafsu amarahnya.
7. Tidak makan, minum, dan memakai pakaian kecuali yang bersumber dari yang halal.
8. Mensucikan hati dari sifat khianat, tipu daya, sombong, irihati, dengki, panjang angan-angan, lupa terhadap kematian, dan yang semacamnya.
(Wajidi Sayadi, Pontianak, 10 Februari 2019)
Bersambung....